Mungkin Anda bukan tipe orang yang suka berpakaian resmi, apalagi pakai dasi. Dasi akan membuat Anda tampil lebih gaya. Selain memberi sentuhan kemewahan, dasi juga menambah kompleksi warna dan tekstur pada pakaian pria.Posisinya memberikan penekanan secara vertikal pada tubuh sehingga Anda akan tampak lebih tinggi dari yang sebenarnya.
Dasi seringkali juga dianggap melambangkan kepribadian, posisi dan cita rasa fesyen dari pemakainya. Orang konservatif cenderung memilih warna polos, kalau toh bermotif yang dipilih paling-paling motif garis (strip).
Mereka yang lebih ekstrovert atau bergaya modern biasanya tak segan-segan mencoba model-model baru yang flamboyan. Motif-motif ekpresif menjadi pilihan mereka.
Sebenarnya apa yang harus dipertimbangkan saat membeli dasi? Yang jelas warna, ukuran, gaya dan bahan merupakan faktor pertimbangan yang penting. Pertama-tama, untuk warna, sebaiknya Anda mempunyai paling tidak satu dasi warna polos yang netral untuk pemakaian sehari-hari.Biasanya warna biru laut atau abu-abu merupakan paduan klasik untuk pemakaian sehari-hari. Hitam juga merupakan warna yang penting. Selain bisa dipakai sehari-hari, juga elegan untuk acara di malam hari.
Bahan sutra 100% memberikan kualitas prima pada dasi. Bahan ini akan menjaga dasi tetap datar sehingga jika Anda memilih dasi bermotif trendi, motifnya tampak jelas dan tak terganggu oleh bayang-bayang atau kusut.
Malah, pada masa Romawi Kuno sudah dipakai kain untuk melindungi leher dan tenggorokan, khususnya oleh para jurubicara. Pada perkembangannya prajurit militer Romawi pun memakainya. Bukti dipakainya aksesori kain leher tampak pada patung batu di makam kuno, Xian, Tiongkok.
Aksesori leher terkenal lainnya muncul di masa Shakespeare (1564 - 1616), yakni "ruff". Kerah kaku dari kain putih itu bentuknya serupa piringan besar yang melingkari leher. Untuk mempertahankan bentuk, ruff sering dikanji. Lambat laun orang merasa ruff yang bertumpuk-tumpuk hingga mencapai ketebalan beberapa sentimeter mengakibatkan iritasi.
Lahirlah "cravat" pada masa pemerintahan Louis XIV tahun 1660-an. Namun, Kroasia lebih tepat disebut sebagai tanah asal dasi. Bahkan konon kata ini berasal dari nama negara Kroasia dalam bahasa setempat Hrvatska.
Ini sesuai penuturan Francoise Chaile dalam buku La Grande Historie de la Cravate (Flamarion, Paris, 1994). "... Sekitar tahun 1635, sekitar enam ribu prajurit dan ksatria datang ke Paris, yang disewa oleh Louis XIII dan Richelieu. Pakaian tradisional mereka amat menarik. Sehelai sapu tangan diikatkan di leher dengan cara khusus. Sapu tangan itu terbuat dari berbagai kain, dari yang serupa seragam, katun halus, hingga sutera. Gaya unik ini segera 'menaklukkan Perancis'. Apalagi cara ini lebih praktis ketimbang kerah kaku. Sapu tangan itu cuma diikat, dengan ujung-ujungnya dibiarkan lepas."
Maka disebutlah sapu tangan itu cravat, artinya "penduduk dari Kroasia".
Sebagaimana aksesori leher di zaman batu, keindahan cravat dan cara mengikatnya menunjukkan kelas si pemakai. Konon Beau Brummell (1778 - 1840), yang banyak memengaruhi perkembangan mode, perlu waktu berjam-jam untuk mengikat cravat-nya.
Banyak buku teknik mengikat cravat diterbitkan. Salah satunya menampilkan 32 cara, meski kenyataannya ada lebih dari 100 cara yang resmi dikenal saat itu. Begitupun, ada saja orang yang ingin mengekspresikan kepribadian mereka dengan kreasi sendiri.
Selanjutnya muncul adab mengenakan cravat. Seseorang pantang menyentuh cravat orang lain. Kalau sampai terjadi, tindakan itu bisa berakibat fatal, yakni duel.
Bahkan takhayul pun berkembang di seputaran cravat. Konon saat Napoleon Bonaparte mengenakan cravat hitam yang dililitkan dua kali memutari leher, ia selalu menang perang. Celakanya, saat terjun di Waterloo ia memakai cravat putih. Akibatnya? Ia pun "jatuh".
Tahun 1860-an cravat dengan ujung yang panjang mulai menyerupai aksesori leher modern alias dasi. Ketika muncul mode kemeja berkerah, dasi disimpulkan di bawah dagu, ujung panjangnya terjuntai di depan kemeja. Sementara dasi berbentuk kupu-kupu baru populer tahun 1890-an.
Dengan kemajuan teknologi, kini dasi jadi makin beragam warna, desain, dan teksturnya. Alhasil, lebih dari 100 juta dasi menyerbu berbagai gerai dasi setiap tahun.
Pada tahun 2002 penyanyi asal Kanada, Avril Lavigne memopulerkan pemakaian dasi secara casual bagi para remaja wanita.
GEMILANG TOGA BANJARBARU MENYEDIAKAN BERBAGAI CORAK DASI YANG KAMU INGINKAN DA DAPAT DISEWA DALM BEBERAPA HATI BAIK UNTUK ACARA PERKAWINAN,PELEPASAN MAUPUN ACARA WISUDA ANDA.
Dasi seringkali juga dianggap melambangkan kepribadian, posisi dan cita rasa fesyen dari pemakainya. Orang konservatif cenderung memilih warna polos, kalau toh bermotif yang dipilih paling-paling motif garis (strip).
Mereka yang lebih ekstrovert atau bergaya modern biasanya tak segan-segan mencoba model-model baru yang flamboyan. Motif-motif ekpresif menjadi pilihan mereka.
Sebenarnya apa yang harus dipertimbangkan saat membeli dasi? Yang jelas warna, ukuran, gaya dan bahan merupakan faktor pertimbangan yang penting. Pertama-tama, untuk warna, sebaiknya Anda mempunyai paling tidak satu dasi warna polos yang netral untuk pemakaian sehari-hari.Biasanya warna biru laut atau abu-abu merupakan paduan klasik untuk pemakaian sehari-hari. Hitam juga merupakan warna yang penting. Selain bisa dipakai sehari-hari, juga elegan untuk acara di malam hari.
Bahan sutra 100% memberikan kualitas prima pada dasi. Bahan ini akan menjaga dasi tetap datar sehingga jika Anda memilih dasi bermotif trendi, motifnya tampak jelas dan tak terganggu oleh bayang-bayang atau kusut.
ADAPUN MEMESANG DASI DAPAT KITA LIHAT PADA GAMBAR BERIKUT INI :
HISTORY DASI
Dasi, menurut Asosiasi Aksesori Leher Amerika, punya sejarah panjang yang melilit perkembangannya. Sejak zaman batu pun aksesori di leher dan dada sudah ada, khususnya untuk memberi ciri pada kelompok pria dari strata tinggi.Malah, pada masa Romawi Kuno sudah dipakai kain untuk melindungi leher dan tenggorokan, khususnya oleh para jurubicara. Pada perkembangannya prajurit militer Romawi pun memakainya. Bukti dipakainya aksesori kain leher tampak pada patung batu di makam kuno, Xian, Tiongkok.
Aksesori leher terkenal lainnya muncul di masa Shakespeare (1564 - 1616), yakni "ruff". Kerah kaku dari kain putih itu bentuknya serupa piringan besar yang melingkari leher. Untuk mempertahankan bentuk, ruff sering dikanji. Lambat laun orang merasa ruff yang bertumpuk-tumpuk hingga mencapai ketebalan beberapa sentimeter mengakibatkan iritasi.
Lahirlah "cravat" pada masa pemerintahan Louis XIV tahun 1660-an. Namun, Kroasia lebih tepat disebut sebagai tanah asal dasi. Bahkan konon kata ini berasal dari nama negara Kroasia dalam bahasa setempat Hrvatska.
Ini sesuai penuturan Francoise Chaile dalam buku La Grande Historie de la Cravate (Flamarion, Paris, 1994). "... Sekitar tahun 1635, sekitar enam ribu prajurit dan ksatria datang ke Paris, yang disewa oleh Louis XIII dan Richelieu. Pakaian tradisional mereka amat menarik. Sehelai sapu tangan diikatkan di leher dengan cara khusus. Sapu tangan itu terbuat dari berbagai kain, dari yang serupa seragam, katun halus, hingga sutera. Gaya unik ini segera 'menaklukkan Perancis'. Apalagi cara ini lebih praktis ketimbang kerah kaku. Sapu tangan itu cuma diikat, dengan ujung-ujungnya dibiarkan lepas."
Maka disebutlah sapu tangan itu cravat, artinya "penduduk dari Kroasia".
Sebagaimana aksesori leher di zaman batu, keindahan cravat dan cara mengikatnya menunjukkan kelas si pemakai. Konon Beau Brummell (1778 - 1840), yang banyak memengaruhi perkembangan mode, perlu waktu berjam-jam untuk mengikat cravat-nya.
Banyak buku teknik mengikat cravat diterbitkan. Salah satunya menampilkan 32 cara, meski kenyataannya ada lebih dari 100 cara yang resmi dikenal saat itu. Begitupun, ada saja orang yang ingin mengekspresikan kepribadian mereka dengan kreasi sendiri.
Selanjutnya muncul adab mengenakan cravat. Seseorang pantang menyentuh cravat orang lain. Kalau sampai terjadi, tindakan itu bisa berakibat fatal, yakni duel.
Bahkan takhayul pun berkembang di seputaran cravat. Konon saat Napoleon Bonaparte mengenakan cravat hitam yang dililitkan dua kali memutari leher, ia selalu menang perang. Celakanya, saat terjun di Waterloo ia memakai cravat putih. Akibatnya? Ia pun "jatuh".
Tahun 1860-an cravat dengan ujung yang panjang mulai menyerupai aksesori leher modern alias dasi. Ketika muncul mode kemeja berkerah, dasi disimpulkan di bawah dagu, ujung panjangnya terjuntai di depan kemeja. Sementara dasi berbentuk kupu-kupu baru populer tahun 1890-an.
Dengan kemajuan teknologi, kini dasi jadi makin beragam warna, desain, dan teksturnya. Alhasil, lebih dari 100 juta dasi menyerbu berbagai gerai dasi setiap tahun.
Pada tahun 2002 penyanyi asal Kanada, Avril Lavigne memopulerkan pemakaian dasi secara casual bagi para remaja wanita.
GEMILANG TOGA BANJARBARU MENYEDIAKAN BERBAGAI CORAK DASI YANG KAMU INGINKAN DA DAPAT DISEWA DALM BEBERAPA HATI BAIK UNTUK ACARA PERKAWINAN,PELEPASAN MAUPUN ACARA WISUDA ANDA.
No comments:
Post a Comment